Panjalu, Berziarah dan wisata alami yang indah.
Ziarah ke Panjalu
Makam Prabu Hariang Kancana atau Mbah Panjalu merupakan tempat peristirahatan terbaik yang bisa diperoleh seorang penyiar awal agama Islam, Pasundan. Bayangkan saja, jasadnya tertanam di pulau kecil bernama Nusa Gede. Penuh rerimbunan pohon tinggi yang digelayuti ratusan kelelawar di atasnya. Pemandangan semakin teduh oleh Situ Lengkong yang mengelilingi pulau atau sering juga disebut Nusa Larangan ini. Air situ yang menurut babad Panjalu berasal dari mata air zam-zam di Mekah berwarna kehijauan bak zambrud. Lalu dipagar oleh bukit Pasir Jambu di sekeliling.
Untuk sampai ke makam putera dari Prabu Sanghyang Cakradewa (Raja Panjalu pertama beragama Islam), wisatawan dan peziarah menyeberang dari daratan Panjalu Ciamis. Menggunakan perahu kayuh atau bermotor. Dalam satu minggu alat transportasi ini bergiliran beroperasi. Tiba giliran perahu motor, perahu kayuh bersandar di dermaga.
Nusa Gede berada tepat di tengah Situ Lengkong. Jadi perahu akan mengantar pengunjung dengan memutari pulau seluas 16.5 HA itu searah jarum jam. Dengan kata lain jalur pergi dan pulang tidak sama.
Sepanjang perjalanan di bekas pusat kerajaan Panjalu ini mata dihibur berbagai atraksi alam. View ke perkampungan berlatar belakang perbukitan Pasir Jambu dan persawahan. Genteng rumah penduduk yang saling bertumpuk dan tampak monoton dihentikan sebuah kubah Masjid. Kala telinga mendengar kecipak dayung menghantam air, mata memandang kelelawar bergantung di pohon, seluruh syaraf berteriak bahagia. Maklum jumlah kelelawarnya banyak sekali. Ada pula yang terbang saling silang dengan burung seperti sedang menari. Para kelelawar itu konon penjelmaan prajurit Kerajaan Panjalu yang bersumpah setia menjaga makam Sang Junjungan, Prabu Kancana Hariang atau Mbah Panjalu.
Sementara di tepi Situ Lengkong sendiri terlihat aneka tanaman. Ada pakis yang pucuknya melebar seperti centong. Menurut legenda pakis ini berasal dari centong yang digunakan saat membawa air zaman-zaman dari Mekah. Sementara teratai yang sedang berbunga mencuat di permukaan air. Warna yang merah jambu, kontras dengan warna hijau sekitar serta beberapa pemancing yang duduk hening di perahu masing-masing. Tadinya mereka tak tampak karena terhalang semak yang menjuntai ke bibir situ. Tak sampai 10 menit kita pun tiba di dermaga Nusa Gede
Daerah Tujuan Ziarah
Setiap bulan Maulud makam Prabu Hariang Kancana atau Mbah Panjalu dipadati oleh ribuan pengunjung. Datang dari berbagai tempat di Indonesia. Ada yang berziarah, ada pula yang sekedar berwisata. Memang tempat ini sangat menarik untuk foto landscape. Ditambah lagi aneka satwa serta tanaman yang terdapat di sana. Maklum semasa pemerintahan Belanda tempat ini ditetap sebagai suaka alam yang dilindungi oleh undang-undang.
Naik ke dermaga kita di sambut gapura hijau yang diapit oleh dua prasasti berbahasa Sunda. Diatasnya duduk sepasang naga. Di bawah diapit pula patung harimau kembar. Dua jenis fauna ini terkait dengan mitos sejarah kerajaan Panjalu.
Menuju makam harus melewati anak tangga yang cukup tinggi yang membuat napas ngos-ngosan. Tangga itu berserta sarana lain dibangun semasa pemerintahan Gus Dur. Sebelum itu konon Makam Prabu Hariang Kancana atau Mbah Panjalu belum seramai sekarang.
Sampai di ujung anak tangga rupanya sudah penuh manusia. Maklum bulan Maulud. Saya tidak bisa masuk ke teras makam karena sudah sesak. Kami mengambil tempat di gazebo yang terletak di depan makam. Tak lama gazebo itu pun penuh oleh rombongan anak sekolah dari Madura. Sungguh kagum melihat ketakziman mereka berdoa. Yah saat itu saya sudah terperangaruh aura mistis tempat itu. Ditambah lagi dengung doa dan salawat yang tak putus-putus dari berbagai arah, cahaya matahari yang samar karena rimbunnya pepohonan, bohong saja kalau seluruh bulu di kulit tak merinding.
Terus mulai deh imajinasi mengambil alih. Bagaimana jika ziarah ini dilakukan malam hari? Tak ada listrik, gelap gulita, plus suara-suara dari fauna malam. Sebelum pingsan oleh pikiran sendiri saya cepat berdiri untuk mengelilingi tempat itu.
0 komentar:
Posting Komentar