MAKNA HARI SANTRI NASIONAL
HARI SANTRI
Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan
Pertempuran 10 November 1945
Senin, 19/10/2015 17:30
[image: Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul
Ulama dan Pertempuran 10
November 1945]
Jakarta, *NU Online*
Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama merupakan rangkaian panjang dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul
Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian
ditetapkan menjadi hari Pahlawan. Berikut rangkaian sejarah perjuangan kaum
santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian menjadi
dasar lahirnya Hari Santri Nasional 22 Oktober, seperti disampaikan oleh
Wakil Ketua Umum PBNU H Slamet Effendy Yusuf dalam konferensi press di
gedung PBNU, Senin (19/10).
*17 Agustus 1945*
Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain
di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif
mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.
*31 Agustus 1945*
Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan
bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina
Armgard.
*17 September 1945*
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang
berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi
sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden
Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat
Islam.
*19 September 1945*
Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan
para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak
Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya
tertinggal Merah Putih.
*23-24 September 1945*
Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang
senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.
*25 September 1945*
Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah
Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur
organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara
lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan.Diputuskan pimpinan
Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat
(Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan
Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat).
*5 Oktober 1945*
Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks
PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda
lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR
setempat.
*15-20 Oktober 1945*
Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang
belum menyerah dengan para pejuang.
*21-22 Oktober 1945*
PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor
Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat
inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22
Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus
menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.
*25 Oktober 1945*
Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi
ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS.
Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil
Administration).
*26 Oktober 1945*
Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak
Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu
Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul
Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.
*27 Oktober 1945*
Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan
pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan
pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan
Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa
Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para
pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan
Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok
yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya.
*28 Oktober 1945*
Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan
dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap
pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang
kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.
*29 Oktober 1945*
Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota
Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan
Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS, dan Kantor
Kawedanan. Kesatuan Hizbullah dari Sepanjang bersama TKR dan Pemuda Rakyat
Indonesia (PRI) menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun Kereta Api
Trem OJS Joyoboyo.
*29 Oktober 1945*
Perwira Inggris Kolonel Cruickshank menyatakan pihaknya telah terkepung.
Mayjen Hawtorn dari Brigade ke-49 menelpon dan meminta Presiden Soekarno
agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga,
dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno didampingi Wapres Mohammad
Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan
situasi perang.
*30 Oktober 1945*
Genjatan senjata dicapai kedua pihak, Laskar arek-arek Surabaya dan pasukan
Sekutu-Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan, pasukan Inggris
mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp Interniran), dan mengakui
eksistensi Republik Indonesia.
*30 Oktober 1945*
Sore hari usai kesepakatan genjatan senjata, rombongan Biro Kontak Inggris
menuju ke Gedung Internatio yang terletak disaping Jembatan Merah. Namun
sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung
tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai
kesepakatan genjatan senjata. Hingga akhirnya terjadi ketegangan yang
menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjen Mallaby
tertembak dan mobilnya terbakar.
*31 Oktober 1945*
Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum
jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan
diri maka pihaknya akan mengerahkan seluruh kekuatan militer darat, udara,
dan laut untuk membumihanguskan Surabaya.
*7-8 November 1945*
Kongres Umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh
KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan
pasca ultimatum AFNEI.
*9 November 1945*
Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah
menginstruksikan Laskar Hizbullah dari berbagai penjuru memasuki Surabaya
untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan satu sikap akhir,
menolak menyerah. KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung
komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu Kiai Abbas
antara lain Kiai Wahab (KH. Abd. Wahab Hasbullah), Bung Tomo (Sutomo), Cak
Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH. Mas Mansur), dan Cak Arnowo
(Doel Arnowo).Bung Tomo melalui pidatonya yang disiarkan radio membakar
semangat para pejuang dengan pekik takbirnya untuk bersiap syahid di jalan
Allah SWT.
*10 November 1945*
Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI. Inggris
mengerahkan 24.000 pasukan dari Divisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21
tank Sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta untuk mendukung pasukan
mereka di Surabaya. Perang besar pun pecah. Ribuan pejuang syahid. Pasukan
Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar-kacir dan berhasil
menembak jatuh tiga pesawat tempur RAF Inggris.